Dua Remaja Pemalu Raih Emas Olimpiade Fisika Asia
Firman Hobi Baca Komik, Rudi Suka Buku Cerita
Dua anak bangsa peraih emas Olimpiade Fisika Asia (Asian Physic Olympiad) Ke-8 di Shanghai, Tiongkok, ternyata "kawan karib". Keduanya sama-sama berjaya di kejuaraan serupa tahun lalu di Almaty, Kazakhstan.
NAUFAL WIDI, Jakarta
SEPINTAS dua siswa itu tidak berbeda dengan anak-anak seusianya. Meski pendiam, keduanya tampak riang bercengkerama bersama teman-teman. Keluguan dan sifat anak-anak terlihat saat mereka bermain dengan kursi beroda yang mereka duduki.
Muhammad Firmansyah Kasim dan Rudi Handoko Tanin, kedua karib itu, memang baru saja mengharumkan nama Indonesia di Olimpiade Fisika Asia (AphO) Ke-8 di Shanghai, 22-28 April lalu. Tidak hanya dua medali emas, Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) -tempat Firman dan Rudi bergabung- yang berjumlah 16 siswa terbaik tanah air itu juga mempersembahkan empat medali perak, empat perunggu, dan empat predikat honorable mention.
Tentu saja perhatian tertuju kepada Firman dan Rudi, yang masing-masing siswa SMA Islam Athirah, Makassar; dan SMA Sutomo I, Medan. Keduanya berhasil masuk 13 besar (jatah medali emas, Red) perolehan nilai di APhO.
Bahkan, khusus untuk Firman, dia berhasil mengungguli semua pelajar Tiongkok dalam fisika eksperimen. Dia hanya kalah sedikit dalam fisika teori. Nilainya pun hanya terpaut 0,1 poin dari peringkat satu Yun Yang (Tiongkok) yang memperoleh poin 4,33.
Firman dan Rudi ternyata bukan termasuk siswa yang banyak menghabiskan waktu untuk belajar. Firman, misalnya. Bungsu empat bersaudara dari pasangan Farida Dafrid dan M. Kasim itu dalam sehari paling hanya membuka buku untuk mengerjakan PR. "Dia memang jarang belajar," ujar Farida.
Selebihnya, waktu lebih banyak dihabiskan Firman yang lahir di Makasar, 26 Januari 1991, itu untuk bermain komputer, PlayStation, otopet, dan membaca komik favoritnya, Detektif Conan.
Bakat Firman sudah tampak sejak duduk di bangku SD. Nilai matematika dan pelajaran sainsnya selalu mendapat nilai sempurna. Bahkan, dia juga pernah menjadi juara matematika se-Sulawesi.
Sejak kelas empat SD, Firman juga tidak lagi merepotkan orang tua untuk membiayai sekolah. "Karena selalu dapat beasiswa," jelas Farida.
Memperoleh emas di ajang internasional bukan tanpa pengorbanan. Sudah beberapa bulan ini dia meninggalkan bangku sekolah untuk mengikuti karantina TOFI di Tangerang.
Saat ditemui di Kantor Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Jakarta, Senin lalu, baik Firman maupun Rudi mengaku tidak mempunyai alasan khusus mengapa tertarik fisika. "Ya...., karena suka aja," jawab Firman enteng. Namun, keduanya mengakui fisika yang penuh dengan eksperimen menjadi tantangan tersendiri.
Ditanya tentang keberhasilannya meraih emas, Firman mengaku tidak menyangka hasil tersebut. Sebab, soal yang dikerjakan adalah teori dan praktik yang setara dengan soal fisika untuk S-1 dan S-2. Selain itu, tim Tiongkok merupakan saingan terberat. "Mereka memang cerdas dan ulet. Tapi, tim kita (TOFI) ternyata juga kuat," ujar Firman.
Meski tawaran beasiswa biasanya datang kepada peraih medali emas seperti dia, Firman belum terlalu memikirkan kelanjutan studinya."Inginnya sih bisa ke ITB," kata Firman yang bercita-cita menjadi peneliti itu.
Sama dengan Firman, Rudi mengaku tidak banyak menghabiskan waktu untuk belajar. "Paling hanya mengulang pelajaran di sekolah," kata Rudi yang hobi membaca buku cerita, nonton TV, dan bermain game di komputer itu.
Orang tuanya, Linda Ang dan Tjoea Joe San, juga tidak pernah memaksanya belajar. Namun, dia bangga kedua orang tuanya -pedagang grosir pakaian di Medan- sangat mendukung karirnya di olimpiade fisika.
Rudi yang lahir di Manado 12 Oktober 1990 juga tampak malu-malu saat ditanya ke mana usai lulus SMA nanti. "Belum kepikir. Lihat saja nanti," tutur anak kedua dari tiga bersaudara itu.
Firman dan Rudi sebenarnya bukan orang baru di Olimpiade Fisika. Bisa dibilang keduanya kawan lama. Tahun lalu di AphO yang berlangsung di Almaty, Kazakhstan, keduanya juga menjadi anggota TOFI dan sama-sama memperoleh medali perunggu. "Tahun lalu dapat perunggu. Kami lalu bertekad tahun ini dapat emas. Ternyata tercapai," kata Rudi.
Kini kedua kawan lama itu bersiap mengikuti seleksi untuk Olimpiade Fisika Internasional (International Physic Olympiad). Jika lolos, mereka akan berkompetisi di Tehran, Iran, Juni mendatang. Ditanya tentang target, mereka pun enggan sesumbar. "Berusaha lebih baik saja," kata Rudi.
Salah satu pendamping TOFI, Rachmat Widodo Adi mengungkapkan, prestasi Firman dan Rudi termasuk mengejutkan. Sebab, mereka baru duduk di kelas 1 SMA. "Hampir semua peserta adalah kelas 3 SMA. Soal-soalnya pun setara dengan soal fisika tingkat S-1 dan S-2," katanya.
Selain itu, lanjutnya, meski kurang pengalaman bertanding, TOFI mampu menerobos dominasi Tiongkok. "Mereka memang luar biasa," ujarnya bangga.
Kabar kemenangan Firman ini juga bergema sampai di sekolahnya, SMA Islam Athirah, Makassar. "Kami bangga dengan prestasi Firman yang sudah beberapa kali mengharumkan nama sekolah kami," kata Drs H Sudirman, kepala sekolah.
Menurut Sudirman, Firman adalah siswa dengan pribadi pemalu, tapi tekun. "Anaknya sangat sederhana meski orang tuanya termasuk orang mampu. Semua orang senang bergaul dengannya," ujar Sudirman.
Di kelas, lanjut Sudirman, Firman sama sekali tak terlihat cerdas. Sebaliknya, dia lebih banyak diam. "Dia baru menjawab ketika ditanya. Dia tak pernah mau terlihat sok tahu di hadapan teman-temannya," katanya.
Sudirman mengakui, sudah beberapa bulan Firman tak pernah masuk sekolah. "Kita beri dispensasi khusus. Itu juga atas permintaan pusat," katanya. (Amiruddin dari Makassar memberi kontribusi laporan ini)
Sumber : JAWAPOS, 2 Mei 2007
11:50 AM
|
|
This entry was posted on 11:50 AM
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
0 komentar:
Post a Comment