KLIPING

Just studied appreciated and immortalised

Serambi

Oleh D. Zawawi Imron

Setengah bulan terakhir ini banyak orang bertanya tentang "serambi" kepada saya. Anehnya, mereka tak pernah bertanya tentang "beranda" meskipun kedua kata itu dalam kamus artinya sama, yaitu ruang terbuka yang bersambung dengan rumah, letaknya di depan atau boleh juga di belakang. Ia bagian dari rumah, yang sejak zaman dahulu, digunakan sebagai tempat menerima tamu dengan penuh "keramahan".

Keistimewaan serambi, kalau kamar-kamar dalam rumah serba tertutup dan kalau memandang ke luar harus membuka jendela, serambi selalu terbuka. Rumah-rumah yang memakai serambi biasanya rumah-rumah tradisional. Rumah-rumah modern sekarang ini sudah jarang memakai serambi, karena ruang tamu sudah dibuat serba tertutup. Meskipun tak ada serambi, keramahan dan kesantunan harus dipertahankan.

Setelah saya renungkan, serambi yang dipertanyakan orang itu bukan serambi sebagai bangunan fisik. Misalnya "Serambi Mekah" yang sudah dijadikan sebutan menyanjung untuk wilayah Aceh. Alasan penyebutan itu, mungkin karena masuknya Islam ke Indonesia kali pertama ke Peurlak dan Pasai yang berada di wilayah Aceh. Suasana yang serba religius dan kepatuhan kepada ajaran agama yang didukung oleh budaya yang dipandu oleh spirit keagamaan dan persaudaraan pada zaman dahulu, barangkali bolehlah Aceh disebut Serambi Mekah. Sekarang sebutan Serambi Mekah itu tetap dipertahankan. Itu artinya masyarakat Aceh harus kembali diberdayakan, lengkap dengan keramahan dan kesantunannya.

Syekh Mahmud Syalthout, rektor Al Azhar, Mesir, pada 1960-an berkomentar bahwa "Indonesia adalah seserpih sorga yang diturunkan Tuhan di bumi." Ungkapan itu kalau dikembangkan, tanah air kita ini boleh juga disebut "Serambi Surga". Jika dilihat dari sudut turisme, dengan keindahan alam yang elok dan permai memang pantas Indonesia disebut Serambi Surga. Tapi sebutan itu tak sempat terungkapkan karena tidak didukung oleh kenyataan hidup yang sepenuhnya beraroma surga. Tragedi G30S 1965, disusul kekuasaan yang otoriter selama puluhan tahun, ketidakseimbangan ekonomi, penjarahan dan kekerasan menjelang reformasi, istilah "Serambi Surga" tak sempat mekar. Karena sebuah kata sanjungan tak boleh jauh berbeda dengan kenyataan.

Serambi yang lain adalah "Serambi Madinah" yang pernah dipakai sebagai gelar bagi wilayah Gorontalo. Pada 2004 telah terbit buku antologi puisi Zamrud Serambi Madinah yang ditulis Taufiq Ismail, Ratih Sanggarwati, dan kawan-kawan. Dalam pengantar buku itu, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad menulis antara lain: "Gorontalo yang selama ini terkenal dengan sebutan "Serambi Madinah", sangat diharapkan nanti bisa mewujudkan "masyarakat madani" sebagaimana kita cita-citakan bersama. Dalam masyarakat madani ada keberdayaan, kemandirian, kebersamaan, akal sehat kolektif, kemajuan, integritas moral serta tanggung jawab yang sesuai dengan irama zaman."

Gubernur itu tidak lupa menyebut, "Dengan mohon pertolongan kepada Allah…," sebagai keyakinan bahwa usaha itu dilakukan untuk mengejar ridla Tuhan.
Keserambian itu dipertegas lagi oleh puisi Ratih Sanggarwati, mantan peragawati yang kini aktif mengampanyekan "kerudung cantik" itu. Ia menulis:

Madinahmu Madinah umat
Madinah kami, Madinah seluruh rakyat
Jika Madinah ini adalah utama
Madinah kami adalah serambinya

Dalam buku Zamrud Serambi Madinah itu Taufiq Ismail memuji tokoh pahlawan nasional dari Gorontalo, Nani Wartabone, yang memimpin gerakan rakyat Gorontalo untuk merdeka. Tokoh ini memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 23 Januari 1942, dengan mengusir Belanda dari Gorontalo serta mengambil alih pemerintahan.

Kita baca bait terakhir sajak Taufiq Ismail:
Pemimpin berani dan ikhlas itu bicara:
"Pada hari ini, 23 Januari sembilan belas empat dua
kita merdeka, bebas dari penjajahan bangsa mana pun juga
bendera kita merah putih, lagu kita Indonesia Raya"
Demikianlah proklamasi kecil di Gorontalo, Sulawesi bagian utara
Tiga setengah tahun mendahului Pegangsaan Timur di Jakarta
Terukir dengan tinta emas dalam perjuangan bangsa

Itulah Serambi Madinah, Gorontalo, tanah kelahiran HB Jassin, penulis terjemah puitis Alquran dan kritikus sastra yang terkenal itu. Kalau kemudian muncul serambi-serambi yang lain di negeri kita ini, tentu boleh-boleh saja. Yang penting serambi adalah beranda, ruang untuk menghormati tamu dengan ramah tamah. Serambi adalah ruang persaudaraan, tanpa kebencian dan kekerasan. ***

http://www.jawapos.co.id
Minggu, 16 Apr 2006,

0 komentar: