KLIPING

Just studied appreciated and immortalised
Showing posts with label Madura. Show all posts
Showing posts with label Madura. Show all posts

Bocah 4 Tahun Hidup Tanpa Anus

Sumenep, 27 November 2008 09:58
Windi Apriliyah, bocah berusia empat tahun, warga Dusun Jasaan, Desa Aengbaja Kenek, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Madura, sejak lahir hingga saat ini hidup dengan tanpa anus.

Ditemui di rumahnya, Rabu (26/11), putri kedua dari pasangan suami-istri Badri Asmoni, 44 tahun, dan Kudma, 40 tahun, harus menanggung penderitaannya itu tanpa batas waktu.

Badri mengatakan, putrinya yang lahir pada 24 April 2004 itu, kini sudah tidak lagi mendapatkan pelayanan medis gratis melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) seperti yang pernah diterimanya sebelumnya.

Menurut lelaki yang bekerja sebagai buruh tani itu, keluarganya ternyata tidak masuk dalam data pemutakhiran Jamkesmas.

Padahal, katanya, sebelumnya sempat menikmati program layanan kesehatan gratis tersebut, yakni selama tahap pembuatan saluran kotoran pada bagian perut kanan. "Saluran kotoran itu dibuat saat Windi baru berumur 40 hari," ungkap Badri.

Badri menuturkan, Windi selalu ditolak dari kehidupan teman sebayanya karena sering mengalami bau yang tidak wajar. Windi sempat dioperasi di RSU dr Soetomo Surabaya melalui program Jamkesmas saat masih berumur 1 tahun.

Operasi tersebut dilakukan untuk pembuatan anus yaitu saluran untuk buang kotoran.

Ternyata, lanjut Badri, anus buatan pihak dokter RSU dr Soetomo tersebut belum berfungsi dan kontrol terakhir dilakukannya pada akhir 2007 lalu. Pada saat itu, Windi dikatakan dokter mengalami gagal ginjal sehingga butuh terapi tiga kali dalam sepekan.

Untuk melaksanakan terapi bagi Windi, Badri mengaku tidak lagi mempunyai kemampuan. "Selain tidak mendapatkan program Jamkesmas, biaya transportasi Sumenep-Surabaya sangat memberatkan," katanya.

Badri menambahkan, sejak anaknya tidak masuk dalam program Jamkesmas, keluarga sudah berusaha menanyakan pada pihak terkait, baik pada Badan Pusat Statistik Catatan Sipil, PT Askes, dan Dinas Kesehatan Sumenep, namun tetap tidak ada solusi. "Alasannya tidak masuk dalam pemutakhiran data Jamkesmas. Sehingga tidak lagi mendapatkan pelayanan kesehatan gratis," keluhnya.

Badri jelas mengaku kecewa dengan kebijakan pemerintah kabupaten, yang tidak lagi memasukkan Windi dalam data Jamkesmas. Padahal, keinginan Windi untuk hidup normal selalu diucapkan. Bahkan, selalu mengajak untuk ke rumah sakit agar anus buatannya cepat berfungsi kembali. [EL, Ant]

Source Gatra

Tradisi Perayaan 40 Hari alias Malang Areh Bayi di Pamekasan

Dinaikkan Perahu Mini, Berharap Doa Undangan

Tradisi perayaan empat puluh hari atau malang areh bayi semakin sulit dijumpai. Selain sudah bergeser ke efesiensi, juga karena tergerus budaya modern. Namun, bagi warga Kecamatan Kadur tradisi malang areh tetap dilestarikan.

NADI MULYADI, Pamekasan

-----------

SEKILAS tidak ada yang istimewa saat koran ini berkunjung ke kediaman Adnan Kasogi, 55, di Desa Sokalelah, Kecamatan Kadur, kemarin sore. Selain tidak tampak pernak-pernik perayaan, hanya kerabat dekat terlihat kumpul di musalanya.

Tapi setelah Koran ini masuk ke ruang tamu bagian dalam, tampak remaja putra dan putri tampak sibuk menghias perahu mini. Ada juga dari mereka sedang merangkai bunga dengan seutas lidi dan tali.

Setelah azan Maghrib berkumandang, sejumlah warga berdatangan. Mereka yang datang langsung disediakan sebungkus makanan dan minuman yang terselip sebatang rokok.

"Ini acara perayaan malang areh cucu saya, sekaligus aqikahnya. Kami sengaja mengundang tetangga untuk turut mendoakan. Lagian cucu ini merupakan cucu laki pertama dari anak bungsu saya," kata Adnan.

Seperti kegiatan keagamaan dan seremonial pedesaan pada umumnya, setiap pembukaan acara dibuka dengan doa. Termasuk, saat ditutup juga dipungkasi dengan doa oleh tokoh agama setempat.

Sebelum acara berakhir, salawat Nabi mulai dikumandangkan dan para undangan mulai berdiri semua. Setelah itu, tiga remaja memasuki lokasi undangan yang berjumlah sekitar seratus orang tersebut.

Remaja paling depan tampak membawa perahu mini yang dilengkapi dengan lampu hias. Rupanya, perahu mini itu dijadikan wadah bayi yang sudah berumur 40 hari tersebut. Kemudian, bayi dibawa keliling menemui undangan untuk dimintakan doa.

Sedangkan remaja yang ada di urutan kedua, terlihat membawa beberapa bunga yang sudah dirajut dengan benang dan lidi. Bunga itu untuk diberikan ke undangan yang hadir. Itu sebagai belas kasih dan mengartikan kebaikan bagi sang anak.

Yang terakhir, pria dengan kopiah tinggi itu terlihat asyik menyemprotkan parfum pada undangan. Itu sebagai bagian dari sunnah dalam Islam dan juga berarti sang anak terhindar dari sifat buruk dan kotor.

Setelah salawat, sang bayi yang terlihat lelap tersebut di taruh di depan tokoh agama setempat hingga selesainya acara. Baru setelah selesai diambil oleh kedua orang tuanya. (*zid/fiq)

Sumber disini

Celurit



Celurit memang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Madura, Jawa Timur. Senjata tajam yang berbentuk melengkung ini begitu melegenda. Sejak dahulu kala hingga sekarang, hampir setiap orang di Tanah Air mengenal senjata khas etnis Madura ini. Saking populernya, celurit kerap diidentikkan dengan berbagai tindak kriminal. Bahkan celurit juga digunakan oleh massa saat terjadi kerusuhan maupun demonstrasi di pelosok Nusantara untuk menakuti lawannya.

Boleh jadi, begitu mendengar kata Madura, dalam benak sebagian orang bakal terbayang alam yang tandus, wajah yang keras dan perilaku menakutkan. Kesan itu seolah menjadi benar tatkala muncul kasus-kasus kekerasan yang menggunakan celurit dengan pelaku utamanya orang Madura.

Kendati demikian tak semua orang mengetahui sejarah dan proses sebuah celurit itu dibuat hingga dikenal luas. Di tempat asalnya, celurit pada mulanya hanyalah sebuah arit. Petani pun kerap menggunakan arit untuk menyabit rumput di ladang dan membuat pagar rumah. Dalam perkembangannya, arit itu diubah menjadi alat beladiri yang digunakan oleh rakyat jelata ketika menghadapi musuh.

Demikian pula pendapat D. Zawawi Imron. Seniman sekaligus budayawan Madura ini menuturkan, kalangan rakyat kecil memperlakukan celurit sebagai senjata tajam biasa. Dengan kata lain, celurit itu bukan dianggap senjata sakti.

Kini, masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak mengherankan, bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura.

Tersebutlah sebuah desa kecil bernama Peterongan. Kampung ini terletak di Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Di sana, sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau.

Tak salah memang, bila desa ini menjadi kondang. Maklum, celurit buatan para perajin di Desa Peterongan itu dikenal kokoh dan halus pengerjaannya. Seorang di antara mereka adalah Salamun. Siang itu, lelaki berusia 54 tahun ini menemui Sunarto utusan dari sebuah padepokan silat terkenal di Kecamatan Kamal, Bangkalan.

Sunarto pun meminta Salamun mengerjakan sebilah celurit berjenis bulu ayam. Bagi Salamun, membuat celurit adalah bagian dari napas kehidupannya. Celurit tak hanya sekadar dimaknai sebagai benda tajam yang digunakan untuk melukai orang. Akan tetapi celurit adalah karya seni yang mesti dipertahankan dari warisan leluhurnya.

Pagi itu, Salamun didampingi putranya berbelanja membeli besi tua yang berada di sudut Desa Peterongan. Di antara tumpukan besi itu, Salamun memilih besi bekas rel kereta api dan per bekas jip sebagai bahan baku membuat celurit pesanan Sunarto.

Besi pilihan itu lantas dibawa menuju bengkel pandai besi miliknya yang berada tak jauh dari halaman rumahnya. Batangan besi tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan hingga mencapai titik derajat tertentu.

Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan celurit yang diinginkan. Dengan dibantu ketiga anaknya, Salamun membuat celurit pesanan padepokan silat tersebut dengan penuh ketelitian. Sebab dia memandang celurit harus mencirikan sebuah karya seni. Tak sekadar sepotong besi yang ditempa berkali kali, melainkan harus memiliki arti dan makna bagi yang memilikinya.

Lantaran itulah, sebelum mengerjakan sebilah celurit, Salamun biasa berpuasa terlebih dahulu. Bahkan saban tahun, tepatnya pada bulan Maulid, Salamun melakukan ritual kecil di bengkelnya. Menurut Salamun, ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di musala. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. &quotKalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit-sakitan," ucap Salamun.

Hingga kini, tombuk atau bantalan menempa besi pantang dilangkahi terlebih diduduki oleh orang. Keahlian pak Salamun membuat celurit tak bisa dilepaskan dari warisan orang tua dan leluhur kakeknya. Semenjak kecil dirinya sudah dilibatkan cara membuat celurit yang benar.

Salamun mengungkapkan, buat mengerjakan sebuah celurit besar, dibutuhkan waktu sekitar dua hingga empat hari. Adapun harga celurit tergantung dari bahan dan ukuran motifnya. Celurit paling murah dilepas seharga Rp 100.000.

Pria itu termasuk produktif. Betapa tidak, sudah ribuan celurit yang dihasilkan dari tempaan Salamun. Namun kini, Salamun lebih berhati-hati menerima pesanan celurit. Dia beralasan, banyak orang yang tak memahami filosofi celurit. Minimnya pemahaman inilah yang mengakibatkan celurit lebih banyak digunakan untuk tindak kejahatan.

Sebaliknya, bagi yang mengerti, celurit itu tentunya digunakan lebih berhati-hati. Pendapat itu memang beralasan. Soalnya celurit juga diartikan sebagai lambang ksatria. Dan, bukan malah untuk sembarang menyabet orang.

Di Madura, banyak dijumpai perguruan pencak silat yang mengajarkan cara menggunakan celurit. Satu di antaranya Padepokan Pencak Silat Joko Tole, pimpinan Hasanuddin Buchori. Perguruan ini mengambil nama dari seorang ksatria asal Sumenep. Kala itu Madura dibagi menjadi dua wilayah kerajaan besar, yaitu Madura Timur di Sumenep dan Madura Barat di Arosbaya Bangkalan. Adapun peninggalan Kerajaan Madura Barat masih terlihat dalam situs makam-makam kuno di Arosbaya.

Dan hari ini, perguruan yang banyak mengorbitkan atlet pencak silat nasional itu secara rutin berlatih meneruskan cita-cita dan semangat leluhurnya, Joko Tole. Padepokan Silat Joko Tole selama ini cukup kesohor di kalangan pencak silat di Tanah Air. Terutama dalam mengajarkan penggunaan senjata tradisional celurit.

Walaupun hanya sebuah benda mati, celurit memiliki beragam cara penggunaannya. Ini tergantung dari niat pemakainya. Di Perguruan Joko Tole, misalnya. Celurit tidak sekadar diajarkan untuk melumpuhkan lawan. Namun seorang pemain silat harus memiliki batin yang bersih dengan berlandaskan agama.

Sebagian masyarakat menganggap celurit tak bisa dipisahkan dari tradisi carok yang dianut oleh sebagian orang Madura. Sayang, hingga kini, belum satu pun peneliti yang bisa menjelaskan awal mula carok menjadi bagian hidup orang Madura. Yang terang, pada dasarnya carok biasa dilakukan ketika seseorang merasa dipermalukan dan harga dirinya dilecehkan. Maka, penyelesaian yang terhormat adalah dengan berduel secara ksatria satu lawan satu.

Latar belakang perkelahian seperti itu diakui Zawawi Imron. Budayawan ini menerangkan, ada adigium Madura yang mengatakan: Dibandingkan dengan putih mata lebih bagus putih tulang. Artinya, daripada hidup malu lebih baik mati. Dengan kata lain, ketika orang Madura dipermalukan, maka ia berbuat pembalasan dengan melakukan carok terhadap yang menghinanya itu.

Namun dalam perkembangannya, arti carok sendiri menjadi tidak jelas. Terutama bila dihubungkan dengan nyelep, yakni menyerang musuh dari belakang atau ketika lawan sedang lengah. Dan, hal itu semakin tidak jelas manakala banyak kasus kekerasan yang bermotifkan sosial ekonomi.

Jadi, untuk mengubah stereotip itu, orang Madura harus melawan kebodohan dan ketertinggalan. Ini seperti kerinduan budayawan sekaligus penyair Madura Zawawi Imron dalam puisi berjudul Celurit Emas: Bila musim melabuh hujan tak turun, kubasahi kau dengan denyutku. Bila dadamu kerontang, kubajak kau dengan tanduk logamku. Di atas bukit garam kunyalakan otakku. Lantaran aku tahu, akulah anak sulung yang sekaligus anak bungsumu. Aku berani mengejar ombak. Aku terbang memeluk bulan. Dan memetik bintang gemintang di ranting-ranting roh nenek moyangku. Di bubung langit kuucapkan sumpah. Madura, akulah darahmu.(ANS/Soedjatmoko dan Bambang Triono)

Source ; Liputan6.com, Madura



Kali Ketiga Sumenep Juara

Selasa, 06 Mei 2008


SUMENEP-Kabupaten Sumenep jadi langganan juara lomba Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) tingkat Jawati Timur. Pada Pekan KIM III/2008 di Kabupaten Lamongan beberapa hari yang lalu kontingen KIM kabupaten ujung timur Madura ini meraih juara I kategori stan.

Stan pameran "Rizky Cipta Karsa Mulya" dari Desa Karduluk, Kecamatan Pragaan, menjadi yang terbaik. Mereka berhak atas tropi dan piagam penghargaan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo. Plus hadiah tabungan Rp 4,5 juta. "Rizky Cipta Karsa Mulya menampilkan sejumlah kerajinan seni ukir, batik, dan camilan khas Sumenep.

Bupati Sumenep Moh. Ramdlan Siraj mengaku bangga dengan prestasi tersebut. Sebab, itulah prestasi kali ketiga. Pada Pekan KIM sebelumnya di Mojokerto dan Jember, Sumenep juga mendapatkan perhargaan.

"Jelas ini prestasi yang membanggakan. Sebab, kami memang telah berupaya mengembangkan KIM," kata Ramdlan.

Ditegaskan, ke depan pemkab berkomitmen lebih memberdayakan KIM. Sebab, keberadaan KIM sangat positif dan dirasakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi. "Kita akan terus mengefektifkan keberadaan KIM," tandasnya.

Keberadaan KIM ini, katanya, bukan sebatas memberikan informasi kepada masyarakat tentang produk. Tapi juga bermanfaat untuk inovasi pengembangan dunia usaha masyarakat. Ujung-ujungnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sementara Kabakominfo Sumenep Didik Untung Samsidi menambahkan, perkembangan KIM di Jawa Timur hingga Maret 2008 telah mencapai 1.924 KIM. Anggotanya 36 ribu lebih, termasuk di Kabupaten Sumenep.

Menurut dia, KIM sangat membantu peningkatan perekonomian masyarakat. Dengan KIM, masyarakat semakin sadar akan pentingnya akses informasi. "Kita harapkan KIM tidak hanya berprestasi di ajang perlombaan formalnya. Tapi diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat," tandasnya. (zr/mat)

Sumber : RADAR MADURA


Di Balik Sukses Pamekasan Meraih Penghargaan Otonomi Award 2008 Bidang Pelayanan

Sabtu, 03 Mei 2008


PSB Transparan, Dinas P dan K Pernah Disemprot Pejabat
Otonomi Award 2008 yang diraih Pamekasan tak lepas dari kerja keras dinas P dan K. Sejumlah program yang dilaksanakan sejak 2005 lalu membuka mata publik tentang inovasi pelayanan pendidikan yang lebih transparan dan akuntabel. Apa saja programnya?

AKHMADI YASID, Pamekasan
---

SEKILAS, program PSB (penerimaan siswa baru) partisipatif yang menjadi terobosan Dinas P dan K Pamekasan terkesan biasa-biasa saja. Maklum, program yang sama bisa dilakukan oleh daerah lain. Namun, kesan itu akan berubah jika mengerti makna di balik PSB partisipatif tersebut.

Sehingga, saat peneliti JPIP (The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi) mendengarkan presentasi dari pemkab, langsung tertarik. Berangkat dari hal inilah penghargaan Otonomi Award 2008 bidang pelayanan publik diraih Pamekasan.

Bahkan, penghargaan kategori utama (grand category), penghargaan paling bergengsi di ajang Otonomi Award 2008 pun diraih. Yakni, pada Ketegori Utama Daerah Dengan Terobosan Paling Menonjol Bidang Pelayanan Publik. Di dalamnya termasuk terobosan inovatif bidang pelayanan pendidikan.

Menurut Kepala Dinas P dan K Pamekasan M. Yusuf Suhartono, PSB dilaksanakan penuh dengan inovasi dan terus disempurnakan. Hal itu untuk memenuhi asas transparansi, akuntabilitas, keadilan, kejujuran, dan pelibatan stakeholder.

"Melaksanakan PSB yang benar-benar transparan bukan hal mudah. Sebab, akan banyak tantangan yang dihadapi panitia. Inilah yang membuat program PSB partisipatif memiliki tantangan tersendiri," katanya.

Misalnya, soal transparansi pelaksanaan ujian PSB. Menurut Yusuf, setiap tahun di Pamekasan selalu melibatkan pemantau dari tim koneksitas. Mulai dari tim dinas P dan K selaku pengawas internal, LSM, dan lembaga pendidikan sebagai tim pengawas independen. Tim pengawas independen ini dibentuk berdasarkan SK bupati.

Selain itu, pelaksanaan ujian lebih banyak menggunakan sistem komputerisasi. Sistem pengawasannya silang. Sehingga, pengawas di satu sekolah dipastikan tidak berasal dari sekolah, tapi dari sekolah lain. Itu untuk menghindari adanya permainan.

"Sebelum pelaksanaan, PSB diawali dengan adanya seminar-seminar. Ini untuk menerima masukan dari berbagai pihak sebagai bagian dari aspirasi," ungkapnya.

Transparansi diberlakukan bukan hanya sejak pra dan pelaksanaan PSB. Pascapelaksanaan juga diberlakukan transparansi penuh. Itu dibuktikan dengan adanya pengumuman yang bisa diakses oleh siapa saja.

"Sebelum dan sesudah pelaksanaan selalu dipantau tim independen. Sehingga tidak memungkinkan adanya kongkalikong," paparnya.

Yusuf menyadari, sistem PSB partisipatif membuat banyak kelangan kecewa. Sebab, tidak bisa lagi seseorang menitipkan calon siswa untuk masuk sekolah favorit. "Yang namanya disemprot pejabat karena anak atau keponakannya gagal di sekolah favorit, sering kami terima. Tapi, ini demi kebaikan semua," ungkapnya.

Berdasarkan laporan panitia PSB di beberapa sekolah favorit, memang anak pejabat sekali pun ada yang gagal PSB. Sebaliknya, anak petani dan tukang becak banyak yang bersekolah di sekolah-sekolah favorit.

Selain program PSB partisipatif, penghargaan Pamekasan bidang pelayanan publik juga tak lepas dari adanya program inovasi berbasis prestasi. Yakni, suatu program yang dipusatkan di Pusat Pendidikan Sains (Pusdik Sains).

Menurut Yusuf, Pusdik Sains diselenggarakan sebagai salah satu program unggulan dinas P dan K yang pengelolaannya pada tim pengembang. Tim bertanggung jawab penuh kepada dinas P dan K.

"Ini berangkat dari pengalaman Andi Octavian Latief yang menjadi juara internasional. Sehingga, kami merasa perlu ada Pusdik Sains yang diharapkan dapat mengembangkan potensi keilmuan oleh beberapa pelajar menonjol," terangnya.

Sebelumnya, Bupati Kholilurrahman mengatakan, penghargaan kategori utama dan kategori khusus Otonomi Award 2008 diperoleh berkat dukungan dari semua pihak. Terutama, masyarakat Pamekasan yang konsisten mendukung pembangunan, kinerja aparatur pemerintahan dan dinas terkait.

"Selain itu, penghargaan ini merupakan bagian dari hasil pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pamekasan memang memiliki komitmen dalam pendidikan," katanya.

Seperti diberitakan, Pamekasan bersama dua daerah lain meraih penghargaan kategori utama di ajang Otonomi Award 2008. Pamekasan meraih penghargaan Daerah Dengan Terobosan Paling Menonjol Bidang Pelayanan Publik. Selain kategori utama, bumi Gerbang Salam juga menyabet penghargaan Kategori Khusus Daerah Dengan Terobosan Inovatif Bidang Pelayanan Pendidikan.

Sedangkan pada dua kategori khusus lainnya, Pamekasan harus puas sebagai nomine (nominasi). Yakni, nominasi Kategori Khusus Daerah dengan Profil Menonjol Bidang Pelembagaan Politik dan Daerah dengan Dengan Terobosan Inovatif Bidang Kesehatan. (*/mat)

Sumber RADAR MADURA



Kambing pun Ikut Aksi

Sabtu, 03 Mei 2008


BADAN Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Pamekasan kemarin juga turun jalan. Mereka jalan kaki mengelilingi kawasan monumen Arek Lancor sambil berorasi mengutuk terjadinya komersialisasi pendidikan di Indonesia.

Yang menarik, mahasiwa membawa kambing hitam yang didandani layaknya mahasiswa siap wisuda, berdasi dan mengenakan topi toga. Itu sebagai simbol terpuruknya pendidikan. Sehingga, kambing pun bisa diwisuda menjadi sarjana.

Hal itu akibat kapitalisme lembaga pendidikan yang hanya berlomba-lomba mengeluarkan ijazah. Sehingga, muncul sarjana "STIA" (sekolah tidak, ijazah ada) bersamaan dengan sarjana yang benar-benar kuliah dan lulus dengan proses sebenarnya.

Aksi turun jalan kemarin dimulai dengan prosesi mengenakan dasi dan topi toga pada kambing hitam. Lalu, mahasiswa mengelilingi kawasan monumen Arek Lancor. Bahkan, sejak di Jalan Sudirman sampai Jalan Suhada mahasiswa jalan mundur.

Korlap aksi, Khoirul Amin, mengatakan, jalan mundur adalah simbol pendidikan di Indonesia masih mundur. Kesenjangan pendidikan terjadi antara desa dengan kota adalah bukti pemerataan pendidikan masih gagal. "Pemerataan pendidikan hanya slogan," katanya.

Mahasiswa mengecam lahirnya mafia (oknum) dari kalangan pendidik yang menyalahgunakan dana alokasi pendidikan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. "Pendidikan dijadikan ladang korupsi untuk membajak masa depan generasi penerus bangsa," tanas Khoirul.

Mahasiswa juga menyatakan proses pendidikan masih mahal. Sehingga, tak semua warga bisa menyekolahkan anaknya. Pendidikan murah, pendidikan gratis, belum ada buktinya. Kita hanya dijejali dengan slogan yang membawa ke alam mimpi," kata orator lainnya, Khoiri.

Setelah keliling, mahasiswa menuju monumen Arek Lancor dan membacakan pernyataan sikap yang terdiri dari empat poin. Yakni, mendesak realisasi alokasi pendidikan 20 persen yang diamanatkan UUD 1945 dan usut tuntas oknum yang memakan dana pendidikan.

Lalu, program sertifikasi bukan ajang komersialisasi sertifikat yang hanya melahirkan guru karbitan, bukan guru profesional, dan selesaikan kesenjangan pendidikan desa dan kota. "Hardiknas tahun ini harus jadi hari kebangkitan pendidikan nasional," kata Khoirul.

Selain membawa kambing siap diwisuda, mahasiswa juga membawa sejumlah poster. Diantaranya bertuliskan; "Pendidikan Berkualitas, Rakyat Sejahtera"; "Stop Guru Profesional Karbitan; dan lainnya. Sebagian lainnya menyerahkan selebaran berisi pernyataan sikap kepada pengguna jalan. (yat/mat)

Sumber : RADAR MADURA



Tiga Tahun Rebut Otonomi Award

Jumat, 02 Mei 2008


Bupati: Pamekasan Memiliki Komitmen dalam Pendidikan
SURABAYA-Kabupaten Pamekasan kembali menorehkan prestasi tinggi bidang otonomi daerah. Untuk kali ketiga sejak 2005 kabupaten berjuluk Gerbang Salam (Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami) itu meraih Otonomi Award.

Bahkan, tahun ini berhasil meraih penghargaan kategori utama (grand category), penghargaan paling bergengsi di ajang otonomi award 2008. Yakni, pada Ketegori Utama Daerah dengan Terobosan Paling Menonjol Bidang Pelayanan Publik.


Dua daerah lain yang meraih penghargaan kategori utama, masing-masing Kabupaten Ponorogo (Daerah dengan Terobosan Paling Menonjol Bidang Pengembangan Ekonomi) dan Kabupaten Lumajang (Daerah dengan Profil Paling Menonjol Bidang Kinerja Politik).

Selain pada kategori utama, Pamekasan juga menyabet penghargaan Kategori Khusus Daerah dengan Terobosan Inovatif Bidang Pelayanan Pendidikan. Sedangkan pada dua kategori khusus lainnya, Pamekasan harus puas sebagai nomine (nominasi).

Yakni, nominasi Kategori Khusus Daerah dengan Profil Menonjol Bidang Pelembagaan Politik dan Daerah dengan Dengan Terobosan Inovatif Bidang Kesehatan. Dua kategori khusus tersebut masing-masing dimenangkan oleh Kota Batu dan Kabupaten Pasuruan.

Kemarin malam penghargaan tertinggi pada kategori utama dan kategori khusus Otonomi Award 2008 diterima langsung Bupati Pamekasan Kholilurrahman di Grand Ballroom Hotel Shangri-La Surabaya. Pada kategori utama, penghargaan diserahkan oleh Wapres Jusuf Kalla kepada bupati.

Usai menerima penghargaan kategori utama, bupati langsung menerima ucapan selamat dari beberapa bupati, wali kota, termasuk Gubernur Jatim Imam Utomo hingga Sekprov Soekarwo. Dengan wajah sumringah, bupati kembali ke meja dan langsung disambut Sekkab Pamekasan Djamaludin Karim dan Kadis Infokom Imam.

"Ini penghargaan untuk masyarakat Pamekasan," ujarnya. Kholil-sapaan Bupati Kholilurrahman-menambahkan, penghargaan kategori utama dan kategori khusus Otonomi Award 2008 diperoleh berkat dukungan dari semua pihak. Terutama, masyarakat Pamekasan yang konsisten mendukung pembangunan, kinerja aparatur pemerintahan dan dinas terkait.

"Selain itu, penghargaan ini merupakan bagian dari hasil pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pamekasan memang memiliki komitmen dalam pendidikan," katanya. (zid/mat)

Sumber ; RADAR MADURA


SBY Kerahkan 75 Habaib-Ulama

Kamis, 01 Mei 2008

SAMPANG-Untuk mendoakan agar bangsa Indonesia terbebas dari segala musibah yang berkepanjangan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan mengerahkan dan memberangkatkan 75 habaib dan ulama se Indonesia ke Makkah dan Madinah. Hal ini disampaikan Koordinator Majelis Dzikir Sampang KH Abd. Halim Toha.

Jika tidak ada perubahan jadwal, SBY selaku pembina pengurus pusat Majelis Dzikir Jakarta akan melepas pemberangkatan rombongan 75 habaib dan ulama se Indonesia ke Makkah dan Madinah Sabtu (3/5) mendatang di Istana Cikeas, Bogor.

"Sesuai agenda, para habaib dan ulama tersebut akan berada di Tanah Suci selama tujuh hari. Empat hari di Makkah dan tiga hari di Madinah," ujarnya.

Dijelaskan, puluhan habaib dan ulama yang berangkat ke Arab itu tidak dipungut biaya alias gratis. "Jadi, yang menanggung semua pembiayaan dari kegiatan ini adalah murni Pengurus Pusat Majelis Dzikir Jakarta," tegasnya.

Saat memimpin acara silaturahmi dengan pengurus Majelis Dzikir Jakarta beberapa waktu lalu, kata dia, Presiden SBY minta agar habaib dan ulama mendoakan bangsa Indonesia di tanah suci Makkah dan Madinah. "Artinya, Presiden SBY minta kami berzikir dan mendoakan bangsa ini agar terbebas dari segala bencana," terangnya. (c6/mat)

Sumber RADAR MADURA


Temukan Sejumlah Kekeliruan

Terjemahan Alquran Berbahasa Madura Dilokaryakan
PAMEKASAN-Terjemahan Alquran berbahasa Madura yang dilakukan Jemaah Pengajian Surabaya (JPS) pada 2006 lalu, dinilai perlu kajian dan telaah lebih mendalam. Terjemahan itu perlu ada revisi agar tidak melenceng dari makna sebenarnya.

Untuk itu, hari ini STAIN Pamekasan akan menggelar pralokakarya untuk menelaah sekaligus mentashih terjemahan Alquran berbahasa madura tersebut.

Ketua panitia, Moh. Sahid MAg, mengatakan, upaya JPS menyusun terjemahan Alquran berbahasa Madura merupakan karya monumental yang bernilai sangat tinggi. Namun, terjemahan tersebut belum ditashih oleh tim Departemen Agama (depag) RI. Sehingga, terjemahan tersebut sampai sekarang belum diedarkan secara luas.

Menurut Sahid, setelah ditelaah lebih dalam dan berdasarkan hasil konsultasi STAIN dengan sejumlah kiai Madura, terjemahan tersebut diduga memiliki sejumlah kesalahan yang sangat mengganggu. "Ada sejumlah kosa kata yang jika tidak direvisi akan membuat maknanya jauh melenceng dari aslinya. Lokakarya ini ditujukan sebagai ikhtiar bersama untuk meluruskan sekaligus bentuk kepedulian kita atas karya monumental itu," katanya.

Sahid mengaku, sementara ini pihaknya telah berkonsultasi dengan Forum Musyawarah Ulama (FMU) Madura. Hasilnya, FMU melalui Tim 30 menemukan sejumlah kekurangan dan kesalahan dalam terjemahan Alquran berbahasa Madura itu.

"Kekurangan dan kesalahan ini tentunya tidak bisa dibiarkan. Tapi, sekali lagi, terjemahan Alquran yang disusun JPS belum diedarkan secara luas pada pada publik. Sebab, belum ada tim dari Depag yang men-tashih-nya," terangnya.

Lokakarya nanti STAIN menghadirkan para ulama Madura, ahli Bahasa Arab, dan ahli Bahasa Madura. "Sebelumnya, kita juga telah koordinasi dengan JPS. Insya Allah JPS akan hadir. Kita tetap akan libatkan JPS sebagai bagian dari apresiasi kita atas upayanya membuat karya monumental itu. Lokakarya ini kan untuk memperbaiki secara bersama-sama," katanya.

Sahid mengungkapkan, Depag ternyata belum memiliki tim ahli yang punya kemampuan men-tashih terjemahan Alquran berbahasa Madura. Sehingga, lokakarya yang dikemas STAIN juga diarahkan revisi demi kebenaran, ketepatan, kecermatan, dan kesesuaian penulisan yang digunakan dalam terjemahan.

"Upaya penyempurnaan tentunya tidak bisa hanya satu kali. Ini sebuah pekerjaan rumah bersama," tandasnya. (yat/mat)

Sumber: JAWAPOS, Radar Madura.

Bupati Lepas Anak Soleh

PAMEKASAN-Bupati Achmad Syafii memberangkatkan kafilah Pamekasan menuju Festival Anak Soleh Indonesia (FASI) VII Jatim di Surabaya. Acara tersebut digelar kemarin di Pendopo Ronggo Sukowati.

Dalam ajang yang digelar di asrama haji Sukolilo selama dua hari ini (12-13/4), kafilah Pamekasan berangkat dengan harapan mempertahankan statusnya sebagai juara umum. Bupati mengaku, status juara umum yang disandang kafilah Pamekasan pada FASI VI lalu jangan dijadikan beban. Sehingga aksi kafilah FASI yang diperkuat anak-anak usia kisaran 7-14 tahun bisa maksimal. "Saya minta para pembina tidak memberikan target apa pun pada anak-anak. Sebab, itu bisa membuat anak-anak tertekan," katanya.

Kalau sudah terbebani dengan target, kafilah Pamekasan dikhawatirkan tidak bisa tampil maksimal. Kondisi itu tentunya kontraproduktif dengan keinginan para pembinanya maupun peserta untuk meraih prestasi. "Harapan kita sama agar bisa meraih prestasi. Apalagi, selama lima kali pelaksanaan FASI di tingkat Jatim, kita menyabet juara umum," katanya.

Keinginan memperoleh prestasi. Imbuh bupati, jangan sampai mengekang kebebasan berekspresi anak-anak. "Anak-anak itu perlu pembinaan yang spesifik dan hati-hati. Jangan terlalu keras agar mereka tidak stress sebelum tampil," katanya lugas.

Pembina kafilah Pamekasan dalam FASI VII Jatim, Suryanto menjelaskan, tahun ini pihaknya mengirim 89 kafilah yang akan turun di 23 lomba. Diharapkan, para kafilah yang telah melalui proses seleksi dan pembinaan itu bisa tampil maksimal. "Jujur saja, kita agak terbebani dengan status juara umum. Tapi, sejak awal kita tidak memberikan target ini dan itu pada peserta. Kita hanya minta anak-anak tampil maksimal," katanya. (yat/ed)

Sumber JAWAPOS.
Sabtu, 12 Apr 2008