Aku Masih Anak INDONESIA
Dua minggu sudah ujian terlaksana, tapi hari-hariku tak juga berubah, seolah tak ada satu momenpun yang sangat luarbiasa, tiga poin penting yang selalu kukerjakan seiring wajah mentari yang tiap pagi selalu tampak baru, hal yang sangat mendominasi hari-hariku saat ini, pertama : main internet dengan spesifikasi baca berita, chatting, ngotak-ngatik blog, buka imel dan lama berkutat dengan berbagai macam milist, kedua : tidur separuh hari sebab saat malam hari gerah sangat menyiksa yang mengakibatkan susah tidur malam dan malam-malamku habis dengan berceloteh dengan bintang gemintang, dan yang ketiga : acara pilihan dengan spesifikasi jalan-jalan, nonton atau yang lain, tentunya semua ini selain rutinitas wajibku sebagai mahasiswa (katanya), juga sebagai anak, dan sebagai manusia.
Namun akhir-akhir ini rutinitas pertama ini yang selalu mengganjal dalam pikiranku, sebab sudah beberapa hari ini aku kehilangan mood untuk sekedar ngenet. Bosan, jenuh, bete, seolah semua rasa itu sedang menggerogoti badan dan pikiranku, apalagi jika harus membaca berita, terlebih-lebih berita tentang Indonesia sebagai kampoeng kelahiranku, tanpa saya kehendaki dan tanpa saya komando maka semua rasa tadi akan kembali muncul dengan sendirinya.
Setelah beberapa hari aku kembali berpikir mengapa semua ini bisa terjadi, dan tanpa sengaja baru saja aku 'ngerumpi' tentang Indonesia(ku atau indonesiamu) dan pemberitaanya, yang bisa aku tangkap dari semua kejadian ini satu, sebab indonesia selalu mengisahkan duka, menyuguhkan lara, memberikan luka dalam tiap episode dari beritanya, dalam tiap penampakannya. Yang salah Indonesia, medianya atau orang-orangnya yang memang bodoh sesuai asumsi kebanyakan orang saat ini? ntah (akupun tak tahu) aku juga belum mampu menyimpulkannya
Yang aku sadari tiap kali aku melihat tayangan atau petunjukan Indoneia baik di kompas.com atau detik, atau yang lain dari media-media sejawat dengan yang aku sebut tadi, semua hanya berisi duka, lara, nestapa, luka, dan merana yang menyisakan perih, meneteskan airmata yang seharusnya hanya dibutuhkan saat-saat tertentu saja untuk mengalirknnya dipipi ini.
Dari sejak apa yang disebut Tsunami yang begitu menyisakan luka dan perih yang sangat begitu dalam, kasus freeport yang mencerminkan ketamakan orang-orang atas sana yang selalu mementingkan isi kocek pribadinya, banjir dijember yang seolah merupakan peringatan bukan lagi cobaan laksana bumi indonesia memang camp para penjahat, tragedi di poso yang hanya menambah perih luka sesama saudara, kasus pak harto yang hanya mencerminkan kelembekan pemerintah kita yang memang sukanya sok pahlawan yang nyatanya besok-besoknya tak lebih hanya sebagai buronan, hingga saat ini jogja sebaai giliran ayunan tangan yang Maha Kuasa, cobaankah atau peringatan (aku lebih yakin peringatan, sebab para lakon diIndonesia semuanya antagonis)
Anehnya semua yang telah terjadi seolah benar-benar hanya rangkaian kejadian panggung sandiwara yang kebetulan bertema indonesia dan tak perlu digubris apalagi jika harus menguras beban pikiran untuk memperbaiki atau mengubah semua itu (mending ngelencer ke luar negeri, refreshing otak atau shopping), lebih naif lagi dengan ditambahnya pemberiataan-pemberitaan media yang seolah pertunjukan yang bernama atau bertema indonesia ini memang menceritakan atau dibuat untuk pertunjukan sedih yang dari awal hingga akhir cerita tak akan pernah ada senyum apalagi tawa.
Seolah semua ini memang sudah terbawa trend pasar dengan kehawatiran akan tak adanya pembaca yang melirik salah satu media jika suatu kali menampilkan pertunjukan Indonesia yang mebuat tersenyum atau tertawan atau paling tidak membuat dada ini bergemuruh bangga sebagai salah satu bagian dari Indosnesia.
Bingung, tapi inilah memang kenyataan yang harus bisa kita terima dan kita nikmati untuk saat ini, sangat susah memang untuk melawan arus yang mengalir deras apalagi sampai kita mampu melawannnya sambil berjalan melaluinya (impossible). Dengan keyakinan yang saat ini menipis namun dengan gigih aku pertahankan untuk tetap ada aku yakin masih banyak hal-hal yang bisa membuat kita tertawa bangga sebagai bagian dari indonesia, hingga tak perlu kita mencari suka ke sirkus-sirkus, atau panggung -panggung sandiwara lain yang saat ini sedang digemari dikancah persandiwaraan dunia, baik yang judulnya amerika, malaysia, singapura atau yang lainnya
Aku masih tetap anak indonesia yang sedang merindu dan berusaha untuk kembali keharibaan ibu pertiwi dengan segala kenangan indah yang sempat terukir saat belaian-belaian pertiwi begitu menyentuh kalbu ini walau hanya secuil. Masih banyak putra-putri pertiwi yang begitu setia menghabiskan hari tua dipanggung sandiwara indonesia meski dengan berbagai cercaan dan makian karna olah sebagian orang yang memahami makna cinta atau biasa kita sebut nasionalisme, hidup indonesiku.
Namun akhir-akhir ini rutinitas pertama ini yang selalu mengganjal dalam pikiranku, sebab sudah beberapa hari ini aku kehilangan mood untuk sekedar ngenet. Bosan, jenuh, bete, seolah semua rasa itu sedang menggerogoti badan dan pikiranku, apalagi jika harus membaca berita, terlebih-lebih berita tentang Indonesia sebagai kampoeng kelahiranku, tanpa saya kehendaki dan tanpa saya komando maka semua rasa tadi akan kembali muncul dengan sendirinya.
Setelah beberapa hari aku kembali berpikir mengapa semua ini bisa terjadi, dan tanpa sengaja baru saja aku 'ngerumpi' tentang Indonesia(ku atau indonesiamu) dan pemberitaanya, yang bisa aku tangkap dari semua kejadian ini satu, sebab indonesia selalu mengisahkan duka, menyuguhkan lara, memberikan luka dalam tiap episode dari beritanya, dalam tiap penampakannya. Yang salah Indonesia, medianya atau orang-orangnya yang memang bodoh sesuai asumsi kebanyakan orang saat ini? ntah (akupun tak tahu) aku juga belum mampu menyimpulkannya
Yang aku sadari tiap kali aku melihat tayangan atau petunjukan Indoneia baik di kompas.com atau detik, atau yang lain dari media-media sejawat dengan yang aku sebut tadi, semua hanya berisi duka, lara, nestapa, luka, dan merana yang menyisakan perih, meneteskan airmata yang seharusnya hanya dibutuhkan saat-saat tertentu saja untuk mengalirknnya dipipi ini.
Dari sejak apa yang disebut Tsunami yang begitu menyisakan luka dan perih yang sangat begitu dalam, kasus freeport yang mencerminkan ketamakan orang-orang atas sana yang selalu mementingkan isi kocek pribadinya, banjir dijember yang seolah merupakan peringatan bukan lagi cobaan laksana bumi indonesia memang camp para penjahat, tragedi di poso yang hanya menambah perih luka sesama saudara, kasus pak harto yang hanya mencerminkan kelembekan pemerintah kita yang memang sukanya sok pahlawan yang nyatanya besok-besoknya tak lebih hanya sebagai buronan, hingga saat ini jogja sebaai giliran ayunan tangan yang Maha Kuasa, cobaankah atau peringatan (aku lebih yakin peringatan, sebab para lakon diIndonesia semuanya antagonis)
Anehnya semua yang telah terjadi seolah benar-benar hanya rangkaian kejadian panggung sandiwara yang kebetulan bertema indonesia dan tak perlu digubris apalagi jika harus menguras beban pikiran untuk memperbaiki atau mengubah semua itu (mending ngelencer ke luar negeri, refreshing otak atau shopping), lebih naif lagi dengan ditambahnya pemberiataan-pemberitaan media yang seolah pertunjukan yang bernama atau bertema indonesia ini memang menceritakan atau dibuat untuk pertunjukan sedih yang dari awal hingga akhir cerita tak akan pernah ada senyum apalagi tawa.
Seolah semua ini memang sudah terbawa trend pasar dengan kehawatiran akan tak adanya pembaca yang melirik salah satu media jika suatu kali menampilkan pertunjukan Indonesia yang mebuat tersenyum atau tertawan atau paling tidak membuat dada ini bergemuruh bangga sebagai salah satu bagian dari Indosnesia.
Bingung, tapi inilah memang kenyataan yang harus bisa kita terima dan kita nikmati untuk saat ini, sangat susah memang untuk melawan arus yang mengalir deras apalagi sampai kita mampu melawannnya sambil berjalan melaluinya (impossible). Dengan keyakinan yang saat ini menipis namun dengan gigih aku pertahankan untuk tetap ada aku yakin masih banyak hal-hal yang bisa membuat kita tertawa bangga sebagai bagian dari indonesia, hingga tak perlu kita mencari suka ke sirkus-sirkus, atau panggung -panggung sandiwara lain yang saat ini sedang digemari dikancah persandiwaraan dunia, baik yang judulnya amerika, malaysia, singapura atau yang lainnya
Aku masih tetap anak indonesia yang sedang merindu dan berusaha untuk kembali keharibaan ibu pertiwi dengan segala kenangan indah yang sempat terukir saat belaian-belaian pertiwi begitu menyentuh kalbu ini walau hanya secuil. Masih banyak putra-putri pertiwi yang begitu setia menghabiskan hari tua dipanggung sandiwara indonesia meski dengan berbagai cercaan dan makian karna olah sebagian orang yang memahami makna cinta atau biasa kita sebut nasionalisme, hidup indonesiku.
6:48 AM
|
|
This entry was posted on 6:48 AM
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment